widget

Sabtu, 26 Januari 2013

Sebuah Puisi Balada, Balada Juminah



Balada juminah
(Karya              : Adrian Djatikusumo)
Inilah rintihan  kami, dendangan hati kami  
Aku adalah satu, dari sekian sisa perbudakan
Evolusi dari budak belian
Terbuang ke dimensi waktu
Zaman Edan!
Zaman Modern!

Kami Babu! Budak!
Terurai ke berbagai pulau
Belahan Dunia
Laut dan Samudera

Rikala mentari di ufuk barat
Senja berpesta pora
Tulang dan Otot ini penat
Nanging aku tetap kudu nandang gawe
Bak-Ba sampah
Lemparan berbagai perintah
Tungku-tungku bicara dalam halusinasi deritaku :
Hei, jangan diam saja, masak sini!

Juragan kecil
En baguse
Tak jauh berbeda dari tuan-nyonyaku
Berdarah digini
Bertangam besi

Aku bukan manusia
Mungkin aku robot tanpa batas tenaga
Atau binatang yang bodoh dan dungu
Atau aku benda mati

Dinginnya angin malam
Senyap kesunyian
Melebur bersama kikrik-kikrik jangkrik
Aku menanti
Daryanto!

Daryanto! Daryanto!
Duh, pilu sanubariku
Kala malam tiba
Dan bujang kecintaanku ada di balik pagar
Rumah Gedong! Istana tuan-nyonyaku
Kami tak boleh bermesraan sedikit lama
Sebab tuan-nyonya kami raja
Memerintah kapan saja

Bila rembulan telah sampai di pucuk ma;am
Ingin terlelap dalam
Kesunyian malam
Kepedihan hati
Dan kepenatan raga

Bermimpi
 Barangkali suatu masa
Hidup baru
Tak ada budak dan babu
Waktu, tenaga, dan cinta
Senyum dan air mata pun habis.

Namun bila tiada kami,
Babu, budak, dan ah!
Apalah yang mereka sebut
Tiada yang mampu bekerja keras
Tiada yang mampu memohon padaMu
Tiada yang membantu tuan-nyonyanya
Begitulah aku melelapkan diri
Dalam tidur panjang
Penawar hati yang pilu

Kabulkan segenap doa hamba-Mu ini ya Allah
Yu Juminah merintih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar