Balada
juminah
(Karya : Adrian Djatikusumo)
Inilah
rintihan kami, dendangan hati kami
Aku
adalah satu, dari sekian sisa perbudakan
Evolusi
dari budak belian
Terbuang
ke dimensi waktu
Zaman
Edan!
Zaman
Modern!
Kami
Babu! Budak!
Terurai
ke berbagai pulau
Belahan
Dunia
Laut dan
Samudera
Rikala
mentari di ufuk barat
Senja
berpesta pora
Tulang
dan Otot ini penat
Nanging
aku tetap kudu nandang gawe
Bak-Ba
sampah
Lemparan
berbagai perintah
Tungku-tungku
bicara dalam halusinasi deritaku :
Hei,
jangan diam saja, masak sini!
Juragan
kecil
En
baguse
Tak jauh
berbeda dari tuan-nyonyaku
Berdarah
digini
Bertangam
besi
Aku
bukan manusia
Mungkin
aku robot tanpa batas tenaga
Atau
binatang yang bodoh dan dungu
Atau aku
benda mati
Dinginnya
angin malam
Senyap kesunyian
Melebur
bersama kikrik-kikrik jangkrik
Aku
menanti
Daryanto!
Daryanto!
Daryanto!
Duh,
pilu sanubariku
Kala
malam tiba
Dan
bujang kecintaanku ada di balik pagar
Rumah
Gedong! Istana tuan-nyonyaku
Kami tak
boleh bermesraan sedikit lama
Sebab
tuan-nyonya kami raja
Memerintah
kapan saja
Bila
rembulan telah sampai di pucuk ma;am
Ingin
terlelap dalam
Kesunyian
malam
Kepedihan
hati
Dan
kepenatan raga
Bermimpi
Barangkali suatu masa
Hidup
baru
Tak ada
budak dan babu
Waktu,
tenaga, dan cinta
Senyum
dan air mata pun habis.
Namun
bila tiada kami,
Babu,
budak, dan ah!
Apalah
yang mereka sebut
Tiada
yang mampu bekerja keras
Tiada
yang mampu memohon padaMu
Tiada
yang membantu tuan-nyonyanya
Begitulah
aku melelapkan diri
Dalam
tidur panjang
Penawar
hati yang pilu
Kabulkan
segenap doa hamba-Mu ini ya Allah
Yu
Juminah merintih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar